Penulis : Umzah
Kampus : Universitas Negeri Surabaya (UNESA)
Prodi : S-3 Teknologi Pendidikan
Kurikulum di sekolah ibaratkan sebuah panggung sandiwara, di mana para aktor utama yaitu para guru dan murid memainkan peran mereka sesuai naskah dan skenario yang telah disusun. Panggung inilah yang menjadi sorotan utama saat ini, dengan tirai yang siap dibuka untuk pementasan perdana kurikulum terbaru, Kurikulum Merdeka.
Kehadiran Kurikulum Merdeka diibaratkan datangnya angin segar di tengah kepenatan akan rutinitas kurikulum sebelumnya. Ia membawa harapan baru untuk membangkitkan kembali semangat juang para pendidik dan peserta didik dalam mengarungi samudra pendidikan demi masa depan bangsa yang lebih cerah. Namun seperti halnya persiapan sebuah pementasan drama, tentu saja muncul berbagai kekhawatiran dan tantangan yang perlu disikapi dengan bijak.
Sebagai naskah utama yang menentukan alur cerita dan penokohan, kurikulum merupakan manifestasi dari visi pemerintah dalam bidang pendidikan. Maka wajar jika pergantian kurikulum selalu mengundang perdebatan dan polemik di tengah masyarakat. Bagi sebagian pihak, Kurikulum Merdeka dianggap sebagai angin segar yang dinantikan untuk memberikan ruang lebih besar bagi pengembangan minat dan kreativitas para siswa. Namun bagi pihak lain, berbagai kekhawatiran masih menyelimuti implementasi kurikulum baru ini mengingat berbagai kendala dan tantangan yang mungkin dihadapi.
Dalam menyambut kurikulum baru ini, ada baiknya kita menengok ke belakang panggung dan berusaha memahami perspektif berbagai pihak yang terlibat. Dengan demikian, kita dapat mengidentifikasi berbagai tantangan nyata yang mungkin muncul, serta menemukan solusi terbaik melalui pendekatan kolaboratif.
Mari kita mulai dengan memahami harapan yang ingin diwujudkan melalui Kurikulum Merdeka. Pada dasarnya, kurikulum baru ini diapresiasi karena dianggap lebih responsif terhadap perkembangan zaman. Ia dipercaya mampu mempersiapkan para siswa dengan berbagai keterampilan yang relevan untuk mengarungi kehidupan di masa depan, di tengah persaingan global yang semakin ketat. Selain itu, kurikulum ini memberi porsi yang lebih besar pada pengembangan minat dan bakat siswa. Dengan demikian, proses pembelajaran diharapkan menjadi lebih menyenangkan, sekaligus mampu menggali potensi unik setiap individu siswa.
Di sisi lain, ada pula kekhawatiran yang patut diperhatikan. Pertama, belum adanya kejelasan mengenai panduan teknis dan rigging (peralatan pendukung) yang memadai bagi para guru dan sekolah dalam implementasi kurikulum baru ini. Kedua, kurikulum baru tentu menambah beban kerja para guru yang sudah sangat padat jadwalnya. Mereka dituntut untuk beradaptasi dan memahami kurikulum baru di tengah kesibukan sehari-hari. Ketiga, banyak pihak seperti orang tua dan siswa yang merasa kurang dilibatkan dalam proses perumusan kurikulum, sehingga berpotensi mempengaruhi tingkat penerimaan dan dukungan terhadap implementasinya.
Nah, dengan memahami berbagai sudut pandang ini, kini saatnya bagi kita semua untuk bersatu dan bersinergi guna menyempurnakan naskah Kurikulum Merdeka. Mari kita berkolaborasi untuk memastikan tersedianya panduan dan rigging yang memadai, pelatihan intensif bagi para guru, serta evaluasi yang berkesinambungan. Dengan persiapan matang dan dukungan penuh dari seluruh pihak, saya yakin pementasan perdana Kurikulum Merdeka akan sukses membawa angin segar yang dinantikan untuk memajukan mutu pendidikan di Indonesia!